Mengasah Mental dan Naluri Penulis


Mengasah Mental dan Naluri Penulis
    
    Teriknya sang surya siang ini sangat terasa sampai ke ruangan tengah rumahku. Kulihat jam dinding menunjukkan pukul 13.15 WIB. Teringat bahwa hari ini merupakan jadwal kelas menulis PGRI yang dipelopori oleh Om Jay. Kubuka laptop dan kulihat grup WA Belajar Menulis gelombang 18 sudah dimulai. Moderator handal yaitu Bu Aam Nurhasanah sudah menyapa peserta dan mempersilakan narasumber untuk mengisi kegiatan kelas menulis siang ini. 
     Pada pertemuan ke- 9 ini narasumber yang muda nan cantik jelita, dengan sejuta talenta. Beliau adalah Ditta Utami, S.Pd. Gr. Saking muda dan cantiknya narasumber ini, Bu Aam pun menyapa beliau dengan panggilan Neng Ditta. Tema yang akan disampaikan oleh Neng Ditta kali ini adalah "Mental dan Naluri Penulis." Neng Ditta ini alumni jebolan  kelas menulis gelombang 7 yang bukunya tembus ke penerbit mayor.  Pengalamannya menjadi moderator dan narasumber di kelas menulis ini pun sudah tidak diragukan lagi. Mengutip dari kata-kata moderator, "Tak kenal maka tak sayang. Tak sayang maka tak cinta. Tak cinta maka tak tahu." Yuk kita intip profilnya. 
    Ditta Widya Utami, S.Pd.Gr. adalah salah satu guru IPA di SMPN 1 Cipeundeuy, Subang, Jawa Barat. Lahir di Subang, 23 Mei 1990. Menikah dengan Muhammad Kholil, S.Pd.I. dan telah dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Muhammad Fatih Musyfiq. Selain aktif di MGMP, penulis juga aktif di bidang literasi. Beliau lulusan S1 Pendidikan Kimia UPI (2008-2012). 6 buku solo dan 11 buku antologi sudah beliau luncurkan. Beberapa penghargaan pun sudah beliau raih. Selain itu juga beliau juga aktif di komunitas MGMP IPA, PGRI, KPPJB, Lisangbihwa. Pengalaman beliau menjadi PPK Cipeundeuy, Subang. Menjadi narasumber Pelatihan Belajar Menulis melaui WA Grup (PGRI) dan narasumber Belajar Bicara (Webinar APKS PGRI) menjadi deretan prestasi yang gemilang.




    Dalam paparannya Neng Gita menjelaskan bahwa sesungguhnya antara teknik menulis dan mental seorang penulis adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan. Ibarat jiwa dan raga. Teknik menulis dan mental penulis, keduanya harus ada agar penulis dan tulisannya bisa "hidup".  Artinya,teknik menulis mencakup kemampuan seseorang dalam menulis. Mulai dari pemilihan kosa kata, kemampuan membuat outline, pemahaman mengenai gagasan utama, berbagai jenis tulisan, serta pengetahuan lain yang bersifat teknis. Sedangkan mental penulis merujuk pada kondisi psikologis atau batin si penulis itu sendiri.

Mental yang harus dimiliki seorang penulis :
1. Mental yang harus siap konsisten
2. Mental yang harus siap dikeritik
3. Mental yang harus siap belajar
4. Mental yang harus siap ditolak
5. Mental yang harus siap menjadi "unik"

Berdasarkan keseimbangan teknik dan mental penulis, maka ada 4 Tipe Penulis yaitu :

1. Drying writer
     Tipe pertama adalah Dying Writer atau penulis yang sekarat. Termasuk dalam kategori ini adalah mereka yang lemah secara teknik pun lemah mentalnya sebagai seorang penulis.
Seolah hidup segan mati tak mau. Misalnya ikut pelatihan menulis setengah hati (lemah mental) dan tidak berkarya membuat tulisan (yang bisa jadi karena lemah teknik, tidak tahu bagaimana harus menulis, mendapatkan ide, dsb)
Tipe ini bukan berarti tak mampu membuat tulisan. Hanya saja, diperlukan upaya ekstra agar orang-orang ini "mau" hidup sehat kembali untuk menulis. Ibaratnya menjadi penulis masih sekedar angan-angan tanpa aksi nyata.

2. Dead man
     Sesuai namanya, tulisan dari kategori ini "mati". Tidak diketahui keberadaannya. Terkubur di folder laptop. Terbungkus lembaran diary. Atau notes yang ada di hp. Belum terpublish. Tekniknya ada (sudah mampu menulis), hanya mentalnya masih lemah (malu, takut dikritik dsb) sehingga tidak berani mempublish tulisan. Belum berani membuat buku atau artikel. Padahal ilmu tentang kepenulisannya sudah mumpuni.

3. Sick people
    Orang-orang dalam kelompok ini adalah yang masih lemah teknik menulisnya namun sudah cukup memiliki mental seorang penulis sehingga sudah berani mempublish tulisannya. Mereka sudah siap jika ada yang mengkritik, mengomentari tulisan mereka dan sejatinya sadar masih terdapat kekurangan dalam tulisannya. Misal typo, penggunaan kata yang sama berulang kali, paragraf yang terlalu panjang, dsb. Obat bagi kategori ini tentu saja terus menulis. Tingkatkan jam terbang dalam menulis. Insya Allah dengan sendirinya akan sembuh. Karena semakin banyak menulis, semakin banyak review, semakin banyak baca, sehingga bisa meminimalkan kesalahan dalam penulisan karya

4. Alive
    Yaitu penulis yang tulisannya hidup dan senantiasa berkarya seperti jantung yang terus berdetak saat pemiliknya bernyawa. Orang-orang dalam kelompok ini sudah bisa dikatakan "ahli" menulis (kuat teknik) serta kuat mentalnya. Cirinya mudah. Meski tingkatan ahli ada pemula, menengah dan sangat ahli, tapi secara umum kita bisa mengenali mereka. Misal saat menulis sudah seperti kebutuhan primer seperti makan. Ibaratnya, jika tak makan akan lapar. Begitu pula mereka yang hidup dalam menulis. Akan lapar menulis bahkan jika sehari saja tak membuat tulisan. Ciri yang paling kentara dari kelompok ini tentu saja seperti juara lomba menulis, bukunya tembus di jurnal nasional, di media massa, dsb. Kelompok Alive ini termasuk kategori pembelajar sejati. Selalu berproses. Mampu hadapi tantangan menulis (meski puasa tetep nulis, walau sibuk menyempatkan nulis, dsb)
     Apakah kita bisa menjadi alive? TENTU BISA! Yang penting terus aktif menulis dan pupuk mental penulisnya.

"Apa yang Anda takutkan ketika menulis/mempublish tulisan?"
    Sebagian besar bisa dikategorikan menjadi 2 macam ketakutan, yaitu :
1. Takut terkait teknik penulisan (misal takut tidak sesuai kaidah penulisan, tidak sesuai aturan penerbit, alur dan pesan tulisan yang masih belum tampak, serta ketakutan lain yang sejenis)
2. Ketakutan yang berhubungan dengan (penilaian) dari orang lain. Misalnya takut dicemooh, diejek, tidak dibaca, dsb.
    
    Teknik menulis akan membaik jika kita sering berlatih menulis. Mental penulis akan terbentuk ketika kita terus melatih diri mempublikasikan tulisan kita untuk dibaca oleh orang lain. Jika mau jadi penulis hebat, kita harus mau meningkatkan teknik dan mental menulis kita.

Naluri Penulis
 
    Berdasarkan KBBI onlie. na·lu·ri n 1 dorongan hati atau nafsu yang dibawa sejak lahir; pembawaan alami yang tidak disadari mendorong untuk berbuat sesuatu; insting; 2 Psi perbuatan atau reaksi yang sangat majemuk dan tidak dipelajari yang dipakai untuk mempertahankan hidup, terdapat pada semua jenis makhluk hidup;
Penulis sejati berangkat dari keresahannya. Membuatnya berbuat melalui "tulisan". Ia mengubah dunia dengan tulisan. Mengubah orang-orang melalui goresan tintanya.
    Penulis sejati berangkat dari keresahannya. Membuatnya berbuat melalui "tulisan". Ia mengubah dunia dengan tulisan. Mengubah orang-orang melalui goresan tintanya. Ada banjir yang melanda, dilihat di depan mata banyak orang mengungsi dsb, kemudian tergerak membuat tulisan. Itu adalah contoh sosok yang memiliki naluri penulis.
    Kenali diri Anda dan lingkungan Anda, lalu buatlah tulisan. Maka karya karya yang kita hasilkan akan mengasah naluri penulis dalam diri kita.



Kita tak kan pernah membahagiakan seluruh penduduk bumi. Tapi pasti, akan ada yang merasakan manfaat dari apa yang kita lakukan/tulis. Maka, walau pun ia hanya seorang, berbahagialah. Karena kita masih bisa menebar manfaat padanya.

Gelap itu ada karena ketiadaan cahaya. Maka, fokuslah pada titik terang, bukan titik gelapnya.

"Menulis dan teruslah untuk menulis. Karena tulisanmu sesungguhnya adalah bentuk asahan dari nalurimu!"
(Imam Chumedi, kompasianer)

Komentar

  1. Mantap bu endaaah......closingny satu statement bu ditta yang sangat mengesankan ya bu.. semoga apa yg kita tulis dapat bermanfaat bagi orang lain.. walau pun hanya satu orang . 😊 semangat💪

    BalasHapus
  2. Kereeeeen bu endah,, aku suka😍😍

    BalasHapus
  3. Mantap tulisan nya bunda😍😍 bahasa yang sederhana namun mengalir dengan jujur.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proofreading Sebelum Menerbitkan Tulisan

Langkah Menyusun Buku

Perjalanan Silaturahim Mengasyikan